Melihat anak-anak yang sedang bermain buat saya merasa ikut bahagia melihat mereka senang menghirup dunia luar, bebas berlari kesana kemari dengan suara celotehan saling berteriak kegirangan satu sama lain. Mempunyai anak yang masih kecil saya sebagai orang tua tentu harus mengawasi lingkungan sekitar tempat anak saya bermain.
Salah satunya harus terbebas dari asap rokok, pernah suatu waktu ketika sedang berada di pusat perbelanjaan karena situasi sedang hujan maka kami berteduh di halaman pusat perbelanjaan tersebut lalu ada yang merokok sontak saya spontan mengingatkan agar tidak merokok dekat anak kecil, dengan nada ketus dan muka ditekuk dan mata melotot saking kesalnya saya ngomong sama perokok itu, soal dia terima atau tidak terima pokoknya ya saya tidak terima kalau dia merokok bukan pada tempatnya (penyakit koq dibagi-bagi).
Harusnya dia mengerti tidak usah ditegur pemahaman bahaya rokok dan yang menghisap asapnya lebih bahaya yang menghisap. Udah gitu saya melihat lagi ada seorang kakek yang sudah jalan tertatih tatih tapi masih aja kuat merokok padahal sudah batuk parah, astagfirullah (ngelus dada) dan yang lebih parah lagi ketika bertemu dengan anak dibawah umur dengan berlenggangnya merokok seakan lupa kalau dia itu masih kecil yang tidak pantas melakukan hal itu.
Balik lagi ke tempat bermain anak, mengajak bermain anak ke tempat terbuka dan kota layak anak yang artinya terbebas dari asap rokok dan iklan-iklan yang menempel di spanduk dan tembok adalah satu cara yang harus kita lakukan agar anak terlindungi dari zat yang membahayakan tubuh yang namanya rokok.
#RuangPublikKBR
Mendengarkan talk show lewat Facebook Ruang Publik KBR saya jadi tahu kalau di beberapa kabupaten/kota telah memiliki peraturan larangan iklan, promosi dan sponsor rokok. Hem keren ya ini patut ditiru lho oleh kota-kota lain di seluruh Indonesia supaya tercipta Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Sebelum jauh membahas tentang kawasan tanpa rokok, mari kita simak paparan dari narasumber Ruang Publik KBR.
Data Kementrian Kesehatan tahun 2018 menyatakan baru 43% kota di Indonesia baru memiliki kawasan tanpa rokok dan 10 dari 516 Kabupaten/Kota yang telah memiliki peraturan larangan iklan, promosi dan sponsor rokok. Sementara data dari Kementrian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak, 318 Kabupaten/Kota yang berkomitmen jadi kota layak anak baru 103 kota yang memiliki peraturan terkait KTR.
Penas, Kampung warna warni tanpa rokok
Di Jakarta Timur, ada sebuah kawasan tanpa rokok yang bernama kampung Penas, diinisiasi larangan tanpa rokok oleh warga sejak tahun 2017.
Menurut sumber dari Ibu Sumiati selaku Pegiat Kawasan Tanpa Rokok (warga kampung Penas), yang melatar belakangi kampung Penas sebagai kawasan tanpa rokok yang di deklarasikan pada tanggal 10 Juni 2017 yang bertujuan untuk menjaga kesehatan anak-anak dan para Ibu. Juga hal ini dilatar belakangi oleh pengalaman Ibu Sumiati yang menjadi korban paparan asap rokok dari suami dan anaknya yang suka merokok didalam rumah sehingga pada tahun 2007 Bu Sumiati terkena penyakit paru-paru.
Tuh kan paparan asap rokok sangat berbahaya buat kesehatan, tapi sayangnya masih banyak masyarakat yang tidak sadar akan hal itu. Disini yang sangat berperan penting yaitu kesadaran atau inisiatif sendiri untuk tidak mencemari lingkungan dengan paparan asap rokok, karena betul adanya menurut narasumber Ir. Yosi Diani Tresna MPM Kasubdit Perlindungan Anak, Dit.Keluarga Perempuan, Anak, Pemuda dan Olahraga, Kementrian PPN/Bappenas yang mengatakan:
"Pembangunan tidak bisa tepat sasaran bila hanya Pemerintah sendiri yang berjalan"
Memang tidak gampang untuk mewujudkan kawasan tanpa rokok, butuh waktu lama untuk merealisasikannya karena setiap individu berbeda. Akan tetapi dengan adanya contoh kawasan tanpa rokok seperti kampung warna warni ini diharapkan bisa menggerakkan hati kita terutama bagi para perokok agar peduli dengan lingkungan sekitar terutama dilingkungan anak-anak yang seharusnya kita beri hak nya untuk hidup sehat.
Salah satunya harus terbebas dari asap rokok, pernah suatu waktu ketika sedang berada di pusat perbelanjaan karena situasi sedang hujan maka kami berteduh di halaman pusat perbelanjaan tersebut lalu ada yang merokok sontak saya spontan mengingatkan agar tidak merokok dekat anak kecil, dengan nada ketus dan muka ditekuk dan mata melotot saking kesalnya saya ngomong sama perokok itu, soal dia terima atau tidak terima pokoknya ya saya tidak terima kalau dia merokok bukan pada tempatnya (penyakit koq dibagi-bagi).
Harusnya dia mengerti tidak usah ditegur pemahaman bahaya rokok dan yang menghisap asapnya lebih bahaya yang menghisap. Udah gitu saya melihat lagi ada seorang kakek yang sudah jalan tertatih tatih tapi masih aja kuat merokok padahal sudah batuk parah, astagfirullah (ngelus dada) dan yang lebih parah lagi ketika bertemu dengan anak dibawah umur dengan berlenggangnya merokok seakan lupa kalau dia itu masih kecil yang tidak pantas melakukan hal itu.
Balik lagi ke tempat bermain anak, mengajak bermain anak ke tempat terbuka dan kota layak anak yang artinya terbebas dari asap rokok dan iklan-iklan yang menempel di spanduk dan tembok adalah satu cara yang harus kita lakukan agar anak terlindungi dari zat yang membahayakan tubuh yang namanya rokok.
#RuangPublikKBR
Mendengarkan talk show lewat Facebook Ruang Publik KBR saya jadi tahu kalau di beberapa kabupaten/kota telah memiliki peraturan larangan iklan, promosi dan sponsor rokok. Hem keren ya ini patut ditiru lho oleh kota-kota lain di seluruh Indonesia supaya tercipta Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Sebelum jauh membahas tentang kawasan tanpa rokok, mari kita simak paparan dari narasumber Ruang Publik KBR.
Data Kementrian Kesehatan tahun 2018 menyatakan baru 43% kota di Indonesia baru memiliki kawasan tanpa rokok dan 10 dari 516 Kabupaten/Kota yang telah memiliki peraturan larangan iklan, promosi dan sponsor rokok. Sementara data dari Kementrian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak, 318 Kabupaten/Kota yang berkomitmen jadi kota layak anak baru 103 kota yang memiliki peraturan terkait KTR.
Penas, Kampung warna warni tanpa rokok
![]() |
Foto by SINDOnews |
Di Jakarta Timur, ada sebuah kawasan tanpa rokok yang bernama kampung Penas, diinisiasi larangan tanpa rokok oleh warga sejak tahun 2017.
Menurut sumber dari Ibu Sumiati selaku Pegiat Kawasan Tanpa Rokok (warga kampung Penas), yang melatar belakangi kampung Penas sebagai kawasan tanpa rokok yang di deklarasikan pada tanggal 10 Juni 2017 yang bertujuan untuk menjaga kesehatan anak-anak dan para Ibu. Juga hal ini dilatar belakangi oleh pengalaman Ibu Sumiati yang menjadi korban paparan asap rokok dari suami dan anaknya yang suka merokok didalam rumah sehingga pada tahun 2007 Bu Sumiati terkena penyakit paru-paru.
Tuh kan paparan asap rokok sangat berbahaya buat kesehatan, tapi sayangnya masih banyak masyarakat yang tidak sadar akan hal itu. Disini yang sangat berperan penting yaitu kesadaran atau inisiatif sendiri untuk tidak mencemari lingkungan dengan paparan asap rokok, karena betul adanya menurut narasumber Ir. Yosi Diani Tresna MPM Kasubdit Perlindungan Anak, Dit.Keluarga Perempuan, Anak, Pemuda dan Olahraga, Kementrian PPN/Bappenas yang mengatakan:
"Pembangunan tidak bisa tepat sasaran bila hanya Pemerintah sendiri yang berjalan"
Memang tidak gampang untuk mewujudkan kawasan tanpa rokok, butuh waktu lama untuk merealisasikannya karena setiap individu berbeda. Akan tetapi dengan adanya contoh kawasan tanpa rokok seperti kampung warna warni ini diharapkan bisa menggerakkan hati kita terutama bagi para perokok agar peduli dengan lingkungan sekitar terutama dilingkungan anak-anak yang seharusnya kita beri hak nya untuk hidup sehat.